Cilegon, CNO – Rendahnya literasi masyarakat menjadi salah satu pemicu terjadinya stuting. Padahal sumber bacaan saat ini sangat mudah didapat baik dari buku maupun sumber lain seperti website.
Guna menambah sumber bacaan bagi masyarakat, Dinas Perpustakaan dan Kerasipan Kota Cilegon juga telah menyediakan ruang pojok baca di beberapa instansi pemerintah seperti kelurahan, kecamatan dan juga tempat umum seperti Mal Pelayanan Publik (MPP).
“Tinggal masyarakatnya saja mau membaca atau tidak sebab terjadinya stunting ini menurut saya dikarenakan kurangnya literasi di kalangan masyarakat,” kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kota Cilegon, Ismatullah Syihabudin.
Oleh karena itu, Ismat mengingatkan dan mendorong orangtua untuk meningkatkan literasi mengenai gizi dan tumbuh kembang anak untuk mencegah stunting. Bahkan bagi umat Islam, perintah membaca sudah disampaikan sejak 14 abad silam melalui firman Allah SWT dalam Alquran surat Al-Alaq.
“Kita diingatkan sebagai orang Islam untuk “Iqro” yang berarti membaca. Banyak hal yang perlu kita ketahui kalau bicara literasi stunting seperti pengetahuan soal gizi sejak ibu hamil sampai anak-anak dibesarkan,” ujarnya.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Cilegon ini juga mengatakan, banyak ragam bacaan yang beredar dan dikenal oleh masyarakat. Mulai dari literasi keuangan, digital, literasi gizi dan lain-lain.
“Kalau kita mau belajar dari ayam, lihatlah bagaimana induk ayam mengurus anaknya yang berjumlah 10-12 anak. Induknya tidak pernah makan duluan. Sesekali dia memang mematok makanan tapi dia selalu mendahulukan anak-anaknya. Kalau anak sudah kenyang baru dia makan. Itu salah satu contoh bahwa dari hewan pun kita mendapatkan gambaran pelajaran,” tuturnya.
Ismatullah mengamati, kondisi orang tua anak dengan stunting di Kota Cilegon terutama ibunya terlihat sehat. Sehingga ia punya pemikiran, kemungkinan orang tuanya mementingkan asupan untuk dirinya dibanding anak-anaknya.
“Inilah gaya hidup orang Cilegon yang mesti menjadi referensi bahwa ibu-ibu kita kurang mendahulukan asupan makan anaknya tapi sering memenuhi kebutuhan hidup yang lain seperti pakaian, jalan-jalan ke mal dan minimarket,” ujarnya.
Bahkan lebih parahnya, menurut Ismat, tidak semua kaum perempuan sekarang mau memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayinya karena alasan sibuk bekerja di kantoran.
“Padahal minimal dua tahun wajib. Kalau saya dulu waktu kecil suka makan telur yang saya ambil dari kandang belakang rumah. Tapi sekarang sudah tidak ada orang yang memelihara ayam di rumah,” ujarnya.
(*Fer/Red)