Cilegon, CNO – Ketua LSM Banten Monitoring Perindustrian dan Perdagangan (BMPP), Deni Juweni (Kang Zen) menumpahkan kekesalannya lantaran merasa dipermainkan oleh Rumah Sakit Tonggak Husada.
Dia menilai, pelayanan rumah sakit yang berlokasi di Kampung Tunggak, Desa Wanakarta, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang itu buruk dan cenderung mengabaikan pasien.
Kang Zen juga menyayangkan pelayanan petugas rumah sakit tersebut yang kurang ramah dan tidak tanggap dalam menangani pasien. Hal ini terjadi saat dirinya mengantar salah seorang warga Perumahan Metro untuk berobat ke rumah sakit ini, Sabtu (3 Oktober 2020) malam.
“Saat antar Hujemah, kita ikuti aturan katanya harus rapid test dulu, setelah itu dirontgen. Tapi karena kondisi pasien lemah karena hampir 2 hari tidak nafsu makanan kita minta pasien diinfus sebelum dirawat agar ada asupan,” katanya, Minggu (4 Oktober 2020).
Namun bukan penanganan seperti permintaannya yang dilakukan. Justru, kata Kang Zen, para petugas di rumah sakit ini membiarkan pasien ini dengan berbagai alasan.
“Alasan nunggu dokter lah, pasien sakit paru-parulah. Pasien kan sakit asam lambung. Karena nunggu satu jam setengah pasien dibiarkan saja, tanpa dapat surat rujukan, kita bawa ke RS Kurnia,” imbuhnya.
Setelah pasien dibawa ke RS Kurnia, dia memberi apresiasi ke rumah sakit ini karena menurutnya, para petugas langsung tanggap dan ramah melayaninya.
“Nah kalau di Kurnia bagus pelayanannya. Pasien langsung diinfus dan ada progress kepulihan pasien, ke pasien lain juga baik pelayanannya,” ujarnya.
Atas kejadian kurang mengenakkan dari Rumah Sakit Tonggak Husada ini, menurutnya, LSM BMPP bersama LSM Education Cilegon Watch (ECW) akan melayangkan surat somasi ke rumah sakit itu.
“Senin besok kita kirim surat somasi. Kalau tidak ditanggapi kita ajukan hearing ke DPRD dan kalau perlu kita kerahkan massa kita demo Tonggak Husada,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua LSM ECW, Anggy Kurniawan mempertanyakan SOP pelayanan hingga perizinan RS swasta itu. Menurutnya, rumah sakit dengan fasilitas rawat inap dan UGD, tidak boleh mengabaikan pasien.
“Keselamatan dan kesembuhan pasien harus diutamakan. Tapi melihat fakta pelayanan dan kondisi RS Tonggak yang demikian, perlu kita pertanyakan bagaimana SOP pertolongan pertama UGD, SOP keamananan. Kita juga akan tanyakan izin pendirian hingga Amdal medisnya,” ucapnya.
Sedangkan menurut penuturan pemilik RS Tonggak Husada, dr. Supriyadi, pasien yang diantar oleh Kang Zen tersebut ada gejala paru-paru, sedangkan di rumah sakitnya belum memiliki dokter spesialis paru.
“Dari hasil rontgen ada pneumonia, karena kita tidak ada tim dokter spesialis paru makanya kita tidak berani menangani atau di rawat inap di sini,” kata Supriyadi saat dihubungi melalui sambungan telpon.
Dia juga mengaku tidak memberi surat rujukan secara tertulis kepada pasien untuk dirawat di rumah sakit lain dengan alasan demi kebaikan pasien karena jika tertulis, tidak ada pihak rumah sakit yang menerimanya.
Hal ini menurutnya terkait masih merebaknya pandemi COVID-19 sedangkan penanganan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten dan hal itu harus disertai dengan hasil PCR test.
“Emang benar sudah rapid test, tapi kan lebih akurat dengan PCR. Kalau di PCR harus nunggu hasilnya 3 hari pasien harus di rawat di Tonggak, sementara gejala paru harus segera ditangani. Kita kasihan sama pasien,” katanya.
Sedangkan terkait akan adanya somasi dari dua LSM terhadap rumah sakit miliknya itu, Supriyadi meminta tidak memperpanjang persoalan ini, seraya meminta maaf atas tidak lengkapnya fasilitas poli paru dan dokter spesialis paru-paru.
“Tolong sampaikan maaf saya mas, sebab kalau pasien tetap kita rawat, sementara rumah sakit kita tidak mendukung, nanti kita disalahkan juga. Intinya kita sudah berupaya menangani pasien sebaik mungkin,” ujarnya.
(*Fer/Red)