Cilegon, CNO – Di tengah rintik hujan, para mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) menggelar unjuk rasa tanpa orasi. Mahasiswa terlihat menutup mulut dan matanya dengan lakban hitam saat menggelar unjuk rasa di depan kantor Pemkot Cilegon, Jumat (16 Oktober 2020).
Usai menggelar aksi, Ketua Umum IMC Rizki Putra Sandicka menuturkan, aksi bisu yang juga ditandai dengan memakai pakaian serba hitam itu dilakukan mahasiswa sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah yang telah memberangus sistem demokrasi.
“Kita melihat kebebasan berpendapat mulai dikebiri, lalu suara-suara rakyat tidak didengar. Maka kita membuat tamparan keras dengan membuat aksi bisu, bahwa rakyat sudah lelah berbicara di depan wakilnya,” katanya.
Dijelaskan Rizki, kostum hitam yang dikenakan peserta aksi melambangkan matinya kepentingan rakyat karena ulah wakilnya yang dianggap diperbudak oleh kepentingan kapitalis melalui UU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka).
Selain itu, kata Rizki, UU Cilaka juga telah membuat kondisi bangsa menjadi rusak karena mengadu domba sesama anak bangsa. Itu terbukti di beberapa daerah di Indonesia yang menggelar unjuk rasa penolakan UU ini dan mengakibatkan banyaknya korban terluka.
“Kami berduka melihat kondisi bangsa hari ini. Kami melihat bagaimana sesama anak bangsa diadu domba oleh kepentingan kapitalis dan investor,” katanya.
Berdasarkan hasil kajian IMC terhadap UU Cilaka, Rizki menyebut UU itu merupakan sistem kerja paksa gaya baru. Oleh sebab itu, pihaknya akan terus melakukan aksi hingga UU Cilaka dibatalkan atau dicabut.
“UU Omnibus Law Ciptaker ini adalah sistem romusha gaya baru, nafas perjuangan akan terus kami gelorakan,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Rizki juga menyinggung sikap Wali Kota Cilegon Edi Ariadi yang enggan menolak UU Cilaka. Oleh karenanya, IMC menantang Edi Ariadi untuk debat terbuka soal sikapnya ini.
“IMC menantang Wali Kota Cilegon untuk debat terbuka persoalan kenapa sepakat dan kenapa tidak ingin menemui mahasiswa,” ujarnya.
(*Fer/Red)