Cilegon, CNO – Badan Pengurus Cabang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPC HIPMI) Kota Cilegon meminta PT Krakatau Steel untuk menindaklanjuti tuduhan Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir soal baja selundupan dari China.
Melalui keterangan tertulis, Ketua BPC HIPMI Kota Cilegon, Ahmad Suhandi menilai tuduhan anggota legislatif dari Fraksi Demokrat terhadap Krakatau Steel sangat serius dan harus dibuktikan secara hukum lantaran menyangkut harga diri bangsa.
“Ini tuduhan tidak main-main, bukan hanya manajemen Krakatau Steel saja tapi juga menyangkut dengan harga diri bangsa. Bagaimana industri baja kita disebut telah memalsukan produk, dan seolah-olah kualitas industri baja nasional ini tidak punya kualitas sama sekali,” katanya, Jumat (26 Maret 2021).
Ahmad Suhandi yang sering disapa Andi Jempol meminta M Nasir membuktikan tuduhan tersebut dan jika tuduhannya tidak berdasar maka Krakatau Steel diminta mengambil langkah hukum.
“Kami mendukung agar manajemen Krakatau Steel mengambil langkah hukum untuk membuktikan bahwa tuduhan M Nasir ini hanya fitnah keji. Kami mendukung langkah hukum yang ditempuh oleh Krakatau Steel di bawah kepemimpinan Pak Silmy Karim,” tuturnya.
Bahkan ia menyebut, saat ini kinerja Krakatau Steel sedang mencor, sehingga jangan sampai terganggu oleh tuduhan yang tidak berdasar. Krakatau Steel di bawah kendali Silmy Karim, menurutnya terus menunjukkan kinerja positif.
“Isu dan tuduhan sadis ini bisa saja membuat sentimen negatif terhadap industri baja nasional, padahal Krakatau Steel saat ini dalam trend positif kinerjanya di bawah kepemimpinan Pak Silmy Karim. Kami masyarakat Cilegon kembali memiliki kebanggaan terhadap Krakatau Steel setelah prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh Pak Silmy ini,” tambahnya.
Sebelumnya, saat rapat dengar pendapat dengan Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim, Rabu (24 Maret 2021), Muhammad Nasir menuduh perusahaan baja yang berbasis di Cilegon ini menyelundupkan baja dari China.
Menurut Nasir, Krakatau Steel melakukan impor baja dari China kemudian produk tersebut distempel Krakatau Steel sehingga seolah-olah produk tersebut merupakan produksi sendiri. Nasir menyebut, akibat praktik ini negera berpotensi merugi hingga Rp 10 triliun.
(*Fer/Red)