Jakarta, CNO – PLTU Jawa 9 & 10 yang terlokasi Suralaya, Kota Cilegon menggunakan teknologi Ultra Super-critical (USC). Teknologi ini diyakini dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) karena memiliki efisiensi sebesar 40 persen.
Selain efisien, teknologi USC menghasilkan intensitas emisi lebih rendah dari PLTU lainnya, seperti PLTU Subcritical dan PLTU Supercritical.
Direktur Operasi II PT Hutama Karya, Novias Nurendra mengatakan, pihaknya bersama Doosan Heavy Industry membangun PLTU Jawa 9 dan 10 dengan teknologi USC terbaru yang efisien dan beremisi rendah.
“Teknologi USC ini nantinya akan membuat proses produksi energi yang bersumber dari batubara menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan. Dalam industri pembangkit listrik khususnya tenaga batubara, ini adalah teknologi terbaik,” kata Novias.
Selain teknologi USC, kata Novias, proyek tersebut juga menggunakan implementasi teknologi canggih lainnya seperti Advance Low NOx Burner, Electrostatic Precipitator, Flue Gas Desulphurization (FGD) dan instalasi Selective Catalytic Reduction (SCR) untuk menurunkan kadar emisi.
Sedangkan menurut Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar, penerapan teknologi USC telah masuk dalam road map penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi.
Menurut Wanhar, PLTU dengan teknologi USC juga sudah dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran udara sehingga emisi yang dihasilkan dapat memenuhi baku mutu emisi. Beberapa negara telah menerapkan teknologi ini salah satunya adalah Jepang.
“Arti dari efisiensi 40 persen itu adalah kemampuan dari PLTU USC untuk mengkonversi sebanyak 40 persen dari setiap energi yang terkandung di dalam batu bara yang digunakan oleh PLTU USC menjadi energi listrik,” kata Wanhar dalam keterangan tertulis yang diterima Cilegon News, Senin (11 Januari 2021).
Berdasarkan data New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO), penggunaan teknologi USC pada PLTU mampu menghasilkan efisiensi sebesar 40 persen dan intensitas emisi CO2 sebesar kurang lebih 820 gram per kWh. Selain, itu konsumsi bahan bakar batubara semakin kecil, sekitar 320-340 gram per kWh saja.
Dikatakan juga oleh Wanhar, pembangunan PLTU Sistem Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) harus menggunakan boiler teknologi USC. Namun hal ini tidak diterapkan untuk PLTU di luar Sistem Jamali, mengingat kapasitasnya masih kelas 50-300 MW.
Khusus di Indonesia, Wanhar menyebut bahwa PLTU USC yang kini sudah beroperasi adalah PLTU Cilacap Expansi 2 dan PLTU Jawa 7 yang menggunakan standar Tiongkok. Kementerian ESDM mencatat, terdapat sembilan lokasi PLTU batubara yang akan menggunakan teknologi USC, dengan total kapasitas sebesar 10.130 MW.
“Dengan dibangunnya PLTU USC dengan kapasitas total 10.130 MW tersebut, berpotensi mampu menurunkan emisi GRK sebesar 8,9 juta ton CO2,” tuturnya.
Perlu diketahui, selain PLTU Jawa 9 dan 10, PLTU USC yang kini sedang dibangun antara lain, PLTU Jawa Tengah (Batang), dan PLTU Jawa 4 (Tanjung Jati B), kesemuanya berstandar negara-negara maju dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).
Sementara itu, pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyambut baik pemakaian teknologi USC. Dia bahkan berharap teknologi USC dapat segera diterapkan di semua PLTU yang ada di Indonesia.
Menurut Mamit, teknologi USC akan sangat baik apabila diterapkan dalam jangka panjang, karena telah terbukti efisiensinya dalam mengurangi dampak lingkungan, utamanya polusi udara.
Ia mengatakan, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebagaimana tertuang dalam Dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), yang merupakan tindak lanjut Paris Agreement dan disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. NDC menyampaikan bahwa target penurunan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri.
“Mudah-mudahan ini bisa diterapkan di semua PLTU ya. Karena ini terkait dengan komitmen kita, di mana pemerintah memang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama yang dihasilkan oleh PLTU,” kata dia.
Menurut Mamit, dari sisi pembangkit teknologi, penerapan USC cukup menguntungkan. Selain bahan baku mudah dicari, boiler dari teknologi USC juga dapat menghasilkan uap lebih panas.
“Jadi secara teknis ini sangat membantu, karena penggunaan batubara bisa sedikit, tetapi output yang dihasilkan jauh lebih besar dibandingkan tidak menggunakan teknologi ini,” tuturnya.
(*Fer/Red)