Serang, CNO – Dua orang pemborong pekerjaan piping (perpipaan) di PT Mowilex Indonesia Cikande, Serang, Aryadi dan Amin membantah disebut pembohong oleh PT. Maxon Prime Technology, perusahaan subkontraktor pekerjaan perpipaan tersebut.
Hal tersebut disampaikan Aryadi menanggapi pemberitaan di media yang terbit pada Kamis, 4 Oktober 2021. Mengutip koranbanten.com, PT. Maxon Prime Technology dalam berita klarifikasi itu justru mengaku pihaknya yang dibohongi oleh Aryadi dan Amin bukan sebaliknya.
“Kami disebut bohong soal adanya kesepakatan lisan mengenai harga dan volume pekerjaan, padahal dalam pertemuan tersebut ada lima orang di situ dan tentu dapat dijadikan saksi. Kesepakatan terjadi di MaxxBox Karawaci pada tanggal 9 Juni 2021,” ujar Amin, Rabu (6 Oktober 2021).
Amin mengaku, dalam pertemuan yang dihadiri olehnya bersama Samudi, Joanda dan Direktur Utama PT. Maxon Prime Technology Teh Yee Keong, disepakati harga satuan per inchi adalah Rp95 ribu dan tidak ada kesepakatan all in.
“Itulah salah satu kebohongan besar yang dilakukan oleh PT. Maxon Prime Technology dalam berita sanggahannya karena memungkiri adanya kesepakatan lisan tersebut,” tutur Amin.
Ia menyebut, dalam berita sanggahan itu, PT. Maxon Prime Technology juga menyebut pihaknya dituduh mengambil kasur yang digunakan alas tidur para pekerja. Namun faktanya tuduhan tersebut tidak benar dan dapat dibuktikan dalam sebuah rekaman video.
“Saya ada videonya. Apa yang menjadi pernyataan pihak PT Maxon Prime Technology tidak lah benar dan itu merupakan fitnah yang disebarkan ke publik,” ucapnya.
Sementara itu, menanggapi progres pekerjaan yang dalam pemberitaan itu disebut tidak sesuai kesepakata awal, Amin meminta untuk mengecek pekerjaannya ke lokasi dan sudah sesuai dengan capaian pekerjaan.
“Jika yang dikatakan Joanda mengenai jumlah volume pengelasannya itu benar, yakni kurang lebih 6.000 inchi, padahal Joanda mungkin tidak mengukur mengingat dalam SPK PT Makson tidak menuliskan jumlah 6.000 inchi,” ujar Amin.
Ia mengajak kepada pihak terkait untuk membuktikan bersama-sama dengan melakukan pengecekan secara aktual di lokasi. Bahkan jika volume pekerjaan pengelasan tersebut kurang dari 6.000 inchi ia bersedia bertanggung jawab.
“Malah yang saya pertanyakan kenapa alat kami ditahan yang katanya sebagai jaminan. Lalu kenapa digunakan untuk kerja. Masalah ini kan bermula dari ketidakjelasan jumlah volume pekerjaan pengelasan yang tidak dituangkan dalam SPK,” ujarnya.
Menurut Amin, pemberi kerja hanya memperkirakan volume pekerjaan tanpa menyebut volume detail dan pasti pekerjaan itu. Oleh karena itu, pihaknya akan membawa permasalahan tersebut ke meja hijau.
“Mereka (hanya) mengatakan kurang lebih 6.000 inchi, namun faktanya jauh lebih banyak dari apa yang disebutkan itu,” tuturnya.
(*Fer/Red)