Cilegon, CNO – Majelis Badar Jalali menilai Pemerintah Kota Cilegon terlihat lembek menghadapi tempat hiburan malam (THM) utamanya yang berada di Jalan Aat-Rusli (Jalan Lingkar Selatan).
Salah seorang santri majelis tersebut, Andika malah menyebut Pemkot Cilegon menganakemaskan tempat hiburan, padahal keberadaannya jelas melanggar aturan, norma agama dan budaya.
Andika juga mengaku kecewa dengan wali kota saat rapat menyikapi status zona merah Cilegon pada 23 September 2020 lalu yang tidak menyebut tempat hiburan malam sebagai kluster penyebaran COVID-19.
“Ini menjadi kekecewaan bagi kami masyarakat, seolah-olah beliau menganakemaskan usaha tempat hiburan malam. Jelas-jelas di dalamnya sangat jauh dari unsur bersih dan sehat,” kata Andika.
Kendati demikian, dirinya sepakat dengan Ketua DPRD Cilegon saat rapat itu juga yang menyebut di tempat hiburan malam juga ada indikasi dan berpotensi terjadi penularan COVID-19.
“Saya sebagai santri Majelis Badar Jalali sangat kecewa kepada pak Wali Kota Cilegon Edi Ariyadi, yang terkesan menganggap gampang persoalan THM di Kota Cilegon,” ujarnya.
Padahal menurutnya, desakan penutupan tempat hiburan malam juga pernah dilayangkan Gerakan Bersama Anti Kemaksiatan (Gebrak) pada 17 September 2020 dalam sebuah petisi yang dikirim ke wali kota.
“Info yang saya dapat dari teman-teman Gebrak, Pemkot Cilegon belum berikan jawaban. Saat ini Cilegon menjadi zona merah,” timpalnya.
Selaint itu, kata Andika, anggota DPRD Kota Cilegon dari Fraksi Demokrat M Ibrohim Aswadi pernah menyoroti bandelnya tempat hiburan malam ini sebelum Cilegon ditetapkan sebagai zona merah.
“Senin (21 September 2020) saya diminta teman Gebrak untuk silaturahmi ke kediaman pak dewan Ibrohim Aswadi. Beliau menitipkan aspirasi rakyat agar pak Wali Kota Cilegon segera menyikapi aspirasi dari teman-teman Gebrak,” katanya.
Sementara itu, koordinator Gebrak Ferdy Raymond mengungkapkan pihaknya bersama Majelis Badar Jalali dan masyarakat akan terus mendesak Pemkot Cilegon dan Kabupaten Serang untuk segera menyelasaikan masalah ini.
“Kami tidak ingin daerah kami tumbuh kemaksiatan dan itu dibiarkan saja oleh pemerintah. Yang kami khawatirkan adalah hancurnya generasi muda di masa akan datang dan tentunya (merusak) image Provinsi Banten sebagai provinsi yang agamis dan akhlakul karimah,” ujarnya.
Ferdy menegaskan, pihaknya akan mendesak Gubernur Banten dan instansi terkait untuk mengambil sikap tegas untuk menghapus kemaksiatan dari bumi Banten.
“Saya sebagai masyarakat merasa sangat resah dengan kondisi THM saat ini dimana sudah semakin menjamur dan sangat pesat pertumbuhannya. Kadang kami sebagai masyarakat merasa seakan ijin THM ini dipermudah,” sindirnya.
(*Fer/Red)