Cilegon, CNO – Ketua Umum Pelajar Islam Indonesia (PII) Kota Cilegon, Hery Yuanda menilai, selama ini pemerintah Kota Cilegon seakan menutupi dan meniadakan sejarah serta peran tokoh pahlawan asal Cilegon.
Hal ini dikatakan Hery lantaran pemerintah selama ini tidak pernah menggelar peringatan khusus untuk momen sejarah Cilegon.
Dia juga menilai selama ini baik pendidikan di sekolah maupun di masyarakat, tidak ada upaya serius Pemkot Cilegon untuk memberikan dan menghidupkan pemahaman sejarah tentang kearifan lokal Cilegon dan Banten.
Dikatakan Hery, setidaknya ada tiga momen sejarah penting bagi masyarakat Kota Cilegon, dimana jika hal ini dihidupkan kembali akan membawa nilai-nilai luhur kepahlawanan dan semangat perjuangan dalam mengisi pembangunan kedepan.
“Sangat penting masyarakat dan generasi muda kita itu mengenal dan menghidupkan kembali api sejarah seperti Geger Cilegon, sejarah Al-Khairiyah, dan juga yang tidak kalah penting sejarah peran ulama dalam menyambut berdirinya Krakatau Steel,” ungkap Hery.
Hery juga menegaskan bahwa fondasi pembangunan Kota Cilegon saat ini bukan hanya karena jasa wali kota atau wakil wali kota terdahulu, padahal dua pemimpin Cilegon sebelumnya adalah terpidana korupsi.
“Kami heran jika ada yang menyebut Wali Kota Cilegon sebelumnya adalah pahlawan untuk pembangunan Cilegon. Ini harus diluruskan agar generasi kita nggak lupa sejarah, jelas-jelas mereka itu koruptor,” kata Hery.
Hery juga menyebut, jasa pemimpin Cilegon tersebut tidak sebanding dengan tokoh-tokoh ulama terdahulu yang lebih ikhlas tanpa pamrih dalam perjuangan fisik dan membangun SDM melalui pendidikan.
“Wali kota dan para pejabat itu menikmati gaji, tunjangan dan anggaran proyek-proyek, kok bisa-bisanya disebut pahlawan, yang ada ini bikin malu masyarakat Cilegon,” kecamnya.
Ia berharap, pemerintah baru Kota Cilegon yang bakal terbentuk melalui pilkada pada 9 Desember 2020 mendatang lebih peduli dan memiliki semangat menghidupkan kembali api sejarah.
“Tidak seperti wali kota yang sudah-sudah, selama ini malah terkesan memadamkan sejarah dan menutupi nilai-nilai perjuangan pahlawan seperti KH Wasyid, Syech Arsyad Thawwil, Syech Djamaludin, KH. Syam’un, KH Ali Jaya, dan ulama-ulama lainnya,” tegas Hery.
Sementara itu, Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Cilegon Syaihul Ihsan meminta pemerintah Kota Cilegon agar tidak melupakan sejarah dan jasa-jasa para pahlawan asal Cilegon.
Ia menyampaikan, ada tiga nama tokoh pejuang asal Banten yang sudah ditetapkan menjadi pahlawan nasional yakni Sultan Ageng Tirtayasa, Syafrudin Prawiranegara, dan di Kota Cilegon ada Brigjend KH Syam’un.
Menurutnya, mereka adalah tokoh agama, pendidikan dan militer yang pada zamannya memilki peran penting dalam perubahan sumber daya manusia di bumi Indonesia.
Syaihul juga menilai, pemerintah Kota Cilegon selama ini tidak pernah menggelar peringatan khusus terkait momentum sejarah dan juga tidak ada penghargaan yang layak yang diberikan kepada pahlawan asal Banten.
“Secara resmi Presiden Joko Widodo membacakan gelar pahlawan untuk KH Syam’un melalui surat Keputusan Presiden Nomor 123/TK tahun 2018 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional,” ucapnya.
Hal tersebut, katanya, seharusnya disambut gegap gempita dan terus dijadikan momentum oleh Pemkot Cilegon untuk menghidupkan api sejarah dan mensosialisasikan nilai-nilai perjuangan tokoh pahlawan ini.
“Jangan sampai kebanggaan masyarakat Cilegon dan Banten ini malah seakan dilupakan,” ujar Syaihul.
Selayaknya pemerintah Kota Cilegon setiap tahunnya menggelar peringatan untuk menghargai jasa-jasa pahlawan dan menjadikan momentum menghidupkan kembali sejarah agar dikenang masyarakat.
“Sebagai warga Cilegon, di momentum hari pahlawan ini saya ingatkan kepada pemerintah daerah jangan melupakan sejarah. Kami turut bangga dengan perjuangan heroiknya Brigjend KH. Syam’un sebagai tokoh yang berani melawan dan menentang kolonialisme pada masanya,” ujar Syaihul.
Syaihul mengingatkan, dari gerakan pesantren dan madrasah, KH Syam’un bertransformasi menjadi tokoh militer dan ikut andil dalam sejarah kemerdekaan Indonesia khususnya di Banten. Status sosialnya sebagai ulama di Banten menjadikannya diangkat menjadi komandan batalyon.
“Inilah ciri khas orang Banten-Cilegon yang hari ini tergerus. Santri dan perjuangan adalah bagian dari sejarah yang tak terpisahkan dengan kondisi sosiologi di Cilegon,” ucapnya.
Pada momentum hari pahlawan ini, menurut Syaihul, seharusnya merefleksikan bagaimana Kota Cilegon di hari ini relevan atau tidak dengan sejarah Cilegon di masa lalu.
Dia juga mengajak seluruh pemuda dan mahasiswa untuk mengambil api sejarah dari para pahlawan, bukan mengambil abunya.
“Nenek moyang kita bukan pecundang. Hari ini Kota Cilegon sebagai kota industri jangan menjadi penonton di wilayahnya sendiri,” tambahnya.
Oleh karena itu, GMNI mendorong Pemkot Cilegon untuk menggelorakan corak perjuangan pahlawan nasional asal Cilegon dan Banten ini.
“Hari ini Cilegon sebagai kota industri, suka tidak suka, kita kembali dijajah secara ekonomi. Pemkot Cilegon perlu ada penanaman historis ke anak muda Cilegon. Jika tidak ada, kita akan kehilangan jati diri sebagai bangsa,” imbuhnya.
Dia berharap, pemerintah daerah juga serius dalam penguatan karakter pemuda dan penguatan pemahaman ideologi Pancasila sebagai antitesis. Hal ini harus ditanamkan karena arus penetrasi globalisasi terus disalurkan kepada pemudanya.
“Mari kita kuatkan karaktar bangsa dan jangan sekali-kali melupakan sejarah. Kita belajar dari kakek Brigjend KH Syam’un yakni Ki Wasyid melalui Peristiwa Geger Cilegon 1888 bahwa petani saja mampu melawan dengan senjata konvensionalnya,” ujarnya.
Akan tetapi menurutnya, era nekolim saat ini, harus dilawan secara ekonomi, budaya serta penguatan pemahaman teknologi informasi, persatuan dan kesatuan dengan kekuatan karakter bangsa. “Dan jangan sekali-kali melupakan sejarah,” timpalnya.
(*Fer/Red)