Cilegon, CNO – Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) yang menjadi senjata pamungkas pasangan Helldy Agustian-Sanuji Pentamarta saat Pilkada Cilegon 2020 kembali disoroti sejumlah pihak.
Ketua LBH Pengacara Rakyat, Silvi Haiz mempertanyakan program KCS yang hingga saat ini belum teralisasi padahal itu merupakan hak masyarakat termasuk hak mendapat akses pendidikan yang juga tertuang dalam KCS.
Pernyataan itu disampaikan Silvi saat mengikuti diskusi bersama elemen masyarakat dan tokoh masyarakat Kota Cilegon yang diselenggarakan oleh LSM Gappura di Situ Rawa Arum, Kecamatan Grogol, Senin (24 Mei 2021).
“Bagaimana dengan KCS belum kunjung cair? Harusnya jangan disebarkan sebelum Pak Helldy jadi atau menjabat. Karena sudah disebar ke masyarakat maka Pak Helldy harus konsekuen merealisasikannya,” kata dia.
Ia berharap Wali Kota Cilegon Helldy Agustian sering menjalin komunikasi dengan para tokoh di Cilegon sehingga dapat meminimalisir terjadinya polemik di masyarakat seperti halnya rencana pendirian SMP Negeri baru di Kecamatan Purwakarta.
Perempuan yang pernah menjadi calon legislatif dari PDI-P ini juga menegaskan, ketika KCS belum terealisasi, masyarakat dapat menempuh jalur hukum selain akan ada sanksi sosial bagi Helldy-Sanuji.
Bahkan ia menyebut jika persoalan itu terus dibiarkan akan menjadi bom waktu terhadap berlangsungnya pemerintahan Helldy-Sanuji.
“Masyarakat bisa menagih langsung ke Helldy-Sanuji, bisa melalui dewan atau ke kuasa hukum, termasuk ke LBH. Masyarakat Cilegon yang ingin mencairkan KCS bisa datang mengadu ke kantor LBH Silvy Haiz, di Cibeber bisa juga ke Kang Husen,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Umum LSM Gappura, Husen Saidan menilai KCS yang dibagikan Helldy-Sanuji kepada masyarakat merupakan pemberian pribadi sebelum menjabat wali kota dan wakil wali kota.
Olah karena itu, Husen menyebut perlu ada kajian ulang mengenai sumber anggarannya dan penerima apabila KCS benar-benar akan direalisasikan.
“Harusnya kalau direalisasikan dari uang pribadi Helldy-Sanuji dong, kan saat itu diberikan ke masyarakat dia belum jadi wali kota. Berbeda dengan KIS Pak Jokowi, ini harus dipahami. Kalau nanti direalisasikan boleh tidak dari APBD, nah ini bagaimana kajian hukumnya?,” katanya.
Saat hasil kajian tersebut menyatakan dapat direalisasikan dengan mengambil porsi APBD maka juga harus ada kajian ulang penerima KCS. “Harus benar-benar masyarakat yang layak (menerima) agar tepat sasaran, bukan hanya tim suksesnya,” tuturnya.
Nairin Nidrom, Kosultan Politik Jawa Barat Depok-Pangandaran sepakat bahwa harus ada kajian mendalam soal sumber anggaran dan kajian ulang penerima KCS termasuk keharusan adanya rancangan metode baku program sebelum KCS diluncurkan.
“Harus ada proyek percobaan sebelum direalisasikan ke satu kecamatan misalnya. Metode pendampingan ketika direalisasikan harus juga ada fasilitator. Anggarannya dari mana harus ada pemetaan ulang untuk masyarakat yang benar-benar layak,” katanya.
Hadir juga dalam diskusi tersebut tokoh masyarakat Cilegon KH. Nawawi Sahim, Ketua Badan Koordinasi Muballigh Indonesia (Bakomobin) Kota Cilegon, Ustadz Ali Juhdi dan warga Cilegon yang juga Konsultan Jawa Barat zona pendampingan Depok-Pangandaran, Naikin Nidlom.
(*Fer/Red)