Cilegon, CNO – Calon Wali Kota Cilegon Ratu Ati Marliati dianggap telah melakukan kebohongan publik saat debat publik putaran kedua, Sabtu (28 November 2020).
Kebohongan yang dimaksud ialah saat Ati mengklaim pendidikan gratis telah diterapkan di Cilegon dan ini merupakan satu-satunya daerah di Indonesia.
Menurut Ketua Himpunan Pemuda Al-Khairiyah, Ismatullah, program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program pemerintah pusat untuk mewujudkan pendidikan gratis di seluruh Indonesia.
“Kita semua tentu tahu jika upaya pendidikan gratis itu disemua daerah dari sabang sampai merauke sudah diupayakan oleh pemerintah pusat melalui program kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Aceh Sampai Papua juga ada dan bukan hanya di Kota Cilegon,” kata Ismat, Senin (30 November 2020).
Dia juga mengungkapkan, kebijakan sekolah gratis di daerah lain lebih menyeluruh, bahkan hingga menggratiskan seragam murid dan buku LKS.
“Sementara di Kota Cilegon ini justru yang katanya gratis tapi masyarakat masih dibebani biaya buku dan LKS yang setiap tahun membuat gaduh masyarakat, karena dianggap sangat membebani biaya hidup masyarakat,” terang Ismat.
Bahkan pria yang berprofesi sebagai guru honorer ini menyebut calon wali kota petahana tidak memahami konsep BOSDa yang selama ini tidak dijalankan di Cilegon.
“Selain itu daerah lain sudah banyak yang menerapkan Bantuan Operasional Daerah (BOSDa) sementara Kota Cilegon belum ada BOSDa yang seharusnya sudah lama dilaksanakan agar dapat mengurangi juga beban biaya bagi masyarakat,” tuturnnya.
Sehingga menurutnya, masyarakat tidak bisa dibohongi dengan klaim paslon nomor 2 karena masyarakat yang merasakan langsung beban biaya pendidikan yang masih memberatkan.
Ismat juga mengatakan, pendidikan merupakan bagian hak dasar pelayanan masyarakat dan pemerintah daerah harus berani mengurangi beban biaya pendidikan masyarakat.
“Jadi aneh jika pendidikan sudah diklaim gratis, tapi di Cilegon masih ada beban biaya buku dan LKS, yang tentunya semua orang tua wali murid tahu dan merasakan ini,” tuturnya.
Menurutnya, klaim pendidikan gratis di Cilegon yang merupakan satu-satunya daerah di Indonesia merupakan kebohongan besar.
“Kedepan pendidikan gratis di Cilegon harus plus, artinya setelah digratiskan melalui BOS pemerintah pusat, dan BOSDa bisa menghapuskan beban biaya buku dan LKS yang sangat menyulitkan masyarakat selama ini,” ucapnya.
Sedangkan menurut Ketua Umum Pelajar Islam Indonesia (PII) Kota Cilegon, Hery Yuanda, yang disampaikan Ati Marliati tersebut seolah-olah menganggap masyarakat Kota Cilegon tidak tahu dan tidak merasakan beban ekonomi yang sesungguhnya.
Menurut Hery, tidak sepatutnya seorang calon wali kota yang juga calon panutan dan teladan masyarakat mengatakan sesuatu yang asal ucap tanpa melihat fakta sesungguhnya.
Dikatakan Hery, PII masih kerap menerima keluhan dari anggota tentang masih besarnya beban biaya pendidikan di Kota Cilegon termasuk biaya buku, LKS dan masih banyak pungutan lain yang dibebankan kepada siswa.
“Apalagi saat ini di masa Pandemi COVID-19 tambah lagi beban biaya kuota internet. Ini fakta yang menunjukkan belum ada pendidikan gratis di Cilegon,” ungkapnya.
Selain itu, Hery juga menyoroti klaim wifi gratis yang dianggap membantu pembelajaran, namun kenyataannya hal itu bukan solusi untuk pendidikan yang lebih baik.
Menurutnya, keberhasilan di bidang layanan pendidikan tidak bisa dilihat dari program wifi gratis. Dia juga mempertanyakan indikator keberhasilan program tersebut.
“Apakah program tersebut sudah sampai kepada seluruh pelajar di Cilegon? Pembahasan harusnya lebih mengarah kepada hal tersebut, bukan menyombongkan terlaksananya program saja dan mengatakan opini yang tidak disertai realita,” jelas Hery.
(*Fer/Red)