Cilegon, CNO – Pemerintah berencana mengaktifkan dan memasifkan polisi siber pada tahun 2021, seperti disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Sabtu (26 Desember 2020).
Rencana tersebut mendapat sambutan baik dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) saat organisasi pemilik media ini menggelar rapat evaluasi karya jurnalistik akhir tahun 2020.
“Silakan saja diaktifkan polisi siber. Kami bekerja dilindungi undang-undang pers. Polisi siber sudah lama ada, silakan diaktifkan,” kata Ketua Dewan Pakar SMSI Pusat Hendry Ch Bangun, Minggu (27 Desember 2020) di Hotel Marbella, Anyer.
Hendry memastikan, SMSI tidak khawatir dengan diaktifkannya polisi siber karena semua wartawan yang bekerja di media anggota SMSI sudah mentaati undang-undang dan kode etik jurnalistik.
“Sasaran polisi siber lebih pada media sosial yang mengumbar kata kebencian dan fitnah. Pers profesional tidak akan menyebarluaskan ujaran kebencian dan fitnah,” tuturnya.
Sedangkan menurut Ketua Umum SMSI, Firdaus, pers memiliki Undang-undang Pers No 40 Tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik sebagai peraturan Dewan Pers No: 03/SK-DP/III/2006, Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai peraturan Dewan Pers No: 1/Peraturan-DP/III/2012 dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang disahkan oleh Dewan Pers pada 9 Februari 2011.
“Semua itu sudah dilaksanakan oleh media anggota SMSI. Tidak ada masalah, adapun masalah kontranarasi, silahkan saja. Artinya kontranarasi menyajikan informasi yang benar dan dengan media yang benar juga,” katanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan SMSI Pusat, M. Nasir mengatakan, evaluasi akhir tahun ini penting karena dapat dijadikan acuan perbaikan-perbaikan pada tahun 2021.
“Secara khusus rapat evaluasi menyoroti karya jurnalistik produksi media siber anggota SMSI yang berjumlah 1.224 media,” tuturnya.
Menurut penilaian Hendry Ch Bangun, kualitas karya jurnalistik media anggota SMSI cukup baik, walaupun pelanggaran kode etik bisa ditemukan dengan jumlah yang sangat kecil antara satu-dua saja.
Pelanggaran itu, kata Hendru antara lain ada wartawan yang memihak dan kurang berimbang dalam pemberitaan seperti ketika meliput pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu.
“Masih ada yang partisan. Saya sudah ingatkan itu. Kedepan, tidak boleh begitu. Akan dipantau hal yang begini-begini ini,” kata Hendry.
Ia juga mengatakan, dari sisi karya jurnalistik, masih ada yang belum standar, jumlahnya sekitar 5-10 persen. Sedangkan dari isi berita masih ditemukan objek berita yang sama sehingga terkesan beritanya itu-itu saja.
“Begitu pula dalam menyajikan aktualitas berita, masih ditemukan beberapa media yang belum mampu menangkap aktualitas yang sedang dimaui pembaca. Kekurangan ini akan menjadi perhatian dalam program pendidikan dan pelatihan tahun 2021.
(*Fer/Red)